Ulama yang memiliki nama lengkap Muhammad bin 'Ali bin Wahb bin Muthi' bin Abi Tha'at Al Qusyairi Abul Fath Taqiyyuddin, terlahir dari orangtua yang mulia. Ayahnya adalah seorang ulama pada masanya. Sedangkan sang ibu, merupakan putri dari Syaikh Al Muftarih. Ibnu Daqiq al-'Id lahir bertepatan dengan perjalanan orangtuanya menuju Hijaz Syarif (Mekah). Tepatnya pada hari Sabtu 15 Sya'ban 625 H di dekat daerah pantai Yanbu'.
Sebagaimana kita ketahui, doa orang tua termasuk mustajab. Begitulah Al Hafizd Ibnu Daqiq Al-'Id, ia juga mendapatkan berkah dari doa yang pernah dibisikkan bapaknya saat berkeliling thawaf di samping Ka'bah. Sambil menggendong si kecil Muhammad di tangannya, sang ayah melakukan thawaf. Di sela-sela thawaf itu, bibirnya melantunkan harapan kepada Allah, semoga Dia menjadikan anaknya sebagai orang alim lagi mengamalkan ilmunya. Sang ayah pernah bercerita, bahwa doanya dikabulkan Allah.
Sebagaimana ada orang yang pernah bertanya tentang permohonan yang terdapat dalam doanya, sang ayah menjawab: "Aku berdoa kepada Allah, semoga menumbuhkan Muhammad (anaknya, Ibnu Daqiq al-'Id) sebagai orang yang 'alim lagi mengamalkan ilmunya".

Begitulah doa orang tuanya, telah mengantarkan Ibnu Daqiq al-'Id tumbuh menjadi orang yang 'alim dan mengamalkan ilmunya.

Perjalanan thalabul ilmu (pencarian ilmu) Al Hafizh Ibnu Daqiq al-'Id, dimulai dengan membaca Al-Qur'an sehingga sampai menguasainya dengan baik. Kemudian ia melanjutkan perjalanan ilmiahnya menuju Damaskus dan Iskandariyah, juga kota-kota lainnya.
Banyak guru yang telah didatanginya untuk meningkatkan khazanah ilmiahnya. Pertama kali, ia mereguk ilmu dari sang ayah yang memang menjadi seorang ulama juga. Ulama lain yang menjadi sumber belajarnya, di antaranya ialah: Syaikh Bahauddin Abul Hasan bin Hibatullah bin Salamah Asy Syafi'i, Al Hafizh 'Abdul 'Azhim Al Mundziri, Abul Ma'ali Ahmad bin Abdus Salam bin Al Muthahhir, Al Hafizh Abul Hasan Yahya Al 'Aththar.

Ibnu Daqiq al-'Id memperdalam bidang fikih (hukum Islam) dalam perspektif madzhab Imam Malik dan Imam Asy Syafi'i.

Orang-orang yang menghadiri majlisnya untuk menimba ilmu darinya sangat banyak. Padahal majlis hadits beliau tidak banyak. Di antara mereka: Qadhi Syamsuddin Muhammad bin Abil Qasim bin 'Abdus Salam bin Jamil At Tunisi, Qadhi Syaikh 'Alaudin 'Ali bin Islam'il Al Qaunawi, Syaikh Atsiruddin Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf Al Ghirnathi, Syaikh Fakhruddin 'Utsman yang populer dengan sebutan Ibnu Binti Abi Sa'id, Syaikh Fathuddin Muhammad bin Muhammad Al Ya'muri.



Selain terkenal dengan tinggi dan luasnya ilmu yang dikuasainya, Ibnu Daqiq al-'Id juga tersohor dengan keluhuran budi pekertinya. Dalam hal kedermawanan, sang murid yang bernama 'Alauddin Al Qaunawi bercerita, bahwa Ibnu Daqiq al 'Id sering memberinya beberapa dirham dan emas.

Dia juga terkenal sebagai pribadi yang tegas. Suatu ketika, beberapa orang sedang membaca sebuah kitab Nahwu di hadapannya. Maka ia bertanya kepada mereka dengan satu pertanyaan. Namun mereka membisu, diam seribu bahasa. Maka ia berkata: "Kayaknya aku sedang berkomunikasi dengan seekor keledai!" Dia pun tidak pernah kembali lagi ke majlis tersebut.

Sifatnya didominasi oleh sifat lembut dipadu dengan wara'nya yang menonjol, dan agama yang kuat, menjadikan Ibnu Daqiq al-"Id betul-betul memiliki kepribadian yang luhur. Kecintaannya kepada ilmu, nampak dari ketekunannya dan tidak bosan-bosannya menelaah kitab-kitab. Dia memiliki ketekunan luar biasa saat menelaah sebuah kitab.

Syaikh Zainuddin 'Umar Ad Dimasyqi yang terkenal dengan Ibnul Kattani bercerita: Aku pernah menemuinya saat pagi hari. Dia menyerahkan sebuah kitab besar kepadaku seraya berkata," Kitab ini telah aku baca tadi malam."

Ada juga yang menceritakan: Aku melihat perpustakaan Najibah di kota qaush yang berisi banyak kitab. Di antaranya, kitab 'Uyunul Adillah karya Ibnul Qashshar yang berjumlah tiga puluh jilid. Ternyata sudah ada tanda-tanda pada setiap jilidnya. Demikian juga kitab-kitab di Madrasah Sabiqiyah, diantaranya kitab Sunan Kabir karya Baihaqi, ternyata sudah ada coretan-coretan (telah dibaca). Juga pada kitab Tarikh Khatib, Mu'jamul Kabir karya Thabrani dan kitab Al Basith karya Al Wahidi, demikian juga (telah ada coretan-coretan).

Syaikh Sirajuddin Ad Dandarawi berkata,"Ketika muncul (terbit) kitab Syarah Kabir karya Ar Rafi'i, ia (Ibnu Daqiq al-Id) membelinya dengan harga seribu dirham. Dia hanya menyibukkan diri dengan shalat fardhu dan menelaah kitab tersebut sampai menyelesaikannya.

Sebagai ulama hadits yang memiliki kekuasaan ilmu, maka sangat layak bila ia meraup berbagai pujian. Para muridnya adalah orang yang paling mengetahui, sebab mereka sering bergaul dengannya dalam majlis ilmu yang diselenggarakan. Dengan itu, mereka menjadi saksi hidup tentang kapasitas ilmiah yang dimiliki guru mereka dalam berbagai disiplin ilmu.

Sebagai contoh, saat menulis Biografi Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Daqiq al-'Id, Imam Muhaddits fathuddin Muhammad Al Ya'muri, salah seorang muridnya, mengatakan: "Aku belum pernah melihat orang seperti dia. Aku belum pernah mereguk ilmu atau meriwayatkan (sebuah hadits) dari orang yang lebih agung darinya. Dia mampu menguasai berbagai ilmu, dan sekaligus menjadi pakarnya. Dia terdepan dalam keluasan tentang 'ilalul hadits dibandingkan rekan-rekannya. Bahkan dia paling terkenal penguasaaanya terhadap ilmu yang mulia ini (yaitu ilmu hadits) pada masanya. Dia sangat memelihara lidahnya. Seandainya ada orang yang menghitung ucapannya, pasti dapat menghitung kata-kata yang diucapkannya" Kemudian Syaikh fathuddin mengakhiri sanjungannya dengan mengatakan: "Bola mataku belum pernah menyaksikan orang yang lebih berbudi luhur darinya".

Berkaitan dengan kejelian kritik hadits dan ketelitiannya dalam ilmu hadits, tidak ada seorang pun pada masanya yang menandinginya. Ketinggian ilmunya juga tertuang ke dalam karya ilmiyah yang ditulisnya.
Karya-karyanya sangat banyak dan turut memperkaya pustaka umat. Dalam masalah banyaknya karya ilmiah yang ditulisnya, Ibnu Katsir pernah berkomentar: "Dia telah menulis berbagai tulisan yang banyak, tiada duanya, lagi bermanfaat". Dalam berbagai disiplin ilmu, ia telah mewariskan ilmu dan pengetahuan agamanya untuk umat setelahnya. Tulisannya mencakup masalah aqidah, hadits, fikih, ushul fikih dan sastra.

Berikut ini sebagian nama kitab yang telah diwariskan Al Hafizh Ibnu Daqiq al-'Id untuk umat Islam, di antaranya: Al Ilmam Fi Ahaditsil Ahkam, Ihkamul Ahkami Syarhu 'Umdatul Ahkam, Syarhu Al Arba'in Nawawiyah, Al Iqtirah Fi Bayani Al Isthilah, Risalah Fi Ahli Dzimmah, Tuhfatul Labib Fi Syarhi At Taqrib, Syarah 'Uyunil Masaili Fi Nushushu Asy Syafi'i.

Ulama hadits ini menjemput ajal yang telah digariskan untuknya pada hari Jum'at, 12 Shafar 702H. Saat pemakamannya yang dilakukan pada hari Sabtu, orang-orang berdesakan untuk mengikutinya. Para ulama dan pejabat ikut serta larut bersama umat mengantar Ibnu Daqiq al-'Id menuju peristirahatannya di alam kubur.


Demikian sekilas perjalanan gemilang kehidupan Al Hafidz Ibnu Daqiq al-'Id berkat doa orangtua yang mustajab. Maka menjadi pelajaran bagi kita, hendaklah para orang tua memaksimalkan usaha dalam perbaikan anak dan keturunannya melalui doa.

Kisah perjalanan hidup ulama ini menjadi bukti konkret. Bahwa memanjatkan doa kebaikan untuk anak terhitung sebagai amalan yang sangat bermanfaat.

Sebagai penutup berikut kami nukilkan kata-kata indah dari beliau. Ibnu Daqiq al 'Id berkata: Sesungguhnya iffah (kehormatan) mempunyai kedudukan mulia lagi tinggi setelah memahami hadits NabiNya yang telah diutus. Dengan ini, prinsip dan asas akan kokoh, ijma' terbentuk dan qiyas muncul.